Selasa, 01 Desember 2009

DAFTAR ISI


1. Kata Pengantar

2. Karakteristik Buku “Panduan Belajar Bahasa Dan Sastra Indonesia” untuk SMA dan MA Kelas X-XII

3. Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia
A. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia
B. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia
C. Penilaian

4. Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia:
A. Membaca
B. Menulis
C. Berbicara
D. Mendengarkan
E. Sastra

5. Silabus Bahasa dan Sastra Indonesia SMA/MA
A. Pengertian Silabus
B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Silabus
C. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus
D. Format Silabus
E. Salinan Silabus Model dari Pemerintah (sesuai Jenjang)

6. Rencana Semester

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
A. Hakikat RPP dan Tata Cara Penyusunannya
B. Format RPP
C. RPP Kelas X

8. Daftar Pustaka

KATA PENGANTAR


Penyusunan Buku Guru “Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia” untuk SMA dan MA Kelas X ini dilatarbelakangi oleh adanya kesulitan di lapangan yang dialami para pendidik dalam menggunakan buku pelajaran dan dalam melaksanakan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA/MA.

Tujuan penulisan buku ini adalah untuk membantu para pendidik dalam memahami :
1. Karakteristik buku “Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia” untuk SMA dan MA Kelas X-XII
2. Dasar-dasar penting pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
3. Aspek-aspek pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

Dengan memahami karakteristik buku “Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia”, diharapkan para pendidik dapat menggunakannya dengan mudah untuk mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia di SMA/MA. Pemahaman dasar-dasar dan aspek-aspek pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pendidik dalam mengajar.

Buku ini dilengkapi juga dengan pengertian silabus, prinsip-prinsip pengembangan silabus, langkah-langkah pengembangan silabus yang diharapkan dapat memberi dasar dalam penyiapan administrasi pengajaran.

Pelengkap lainnya adalah contoh Program Semester dan RPP baik semester 1 (ganjil) maupun semester 2 (genap). Penyusunan kedua perangkat tersebut diusahakan untuk dapat diterapkan di lapangan tanpa ada pengubahan. Jika situasi dan kondisi di lapangan tidak sesuai, perangkat-perangkat tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan.

Demikian, mudah-mudahan buku ini dapat membantu para pendidik dalam menggunakan buku Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA Kelas X-XII dan dalam melaksanakan tugas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas


Penulis

II. KARAKTERISTIK BUKU
“PANDUAN BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA”
UNTUK SMA DAN MA KELAS X-XII

Buku PANDUAN BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA untuk SMA dan MA Kelas X-XII disusun dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar ISI (SI), dan berpedoman pada Panduan Umum yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Juli 2006. Sebagaimana dianjurkan oleh BNSP, materi-materi dalam buku ini dirancang dan dikembangkan berdasarkan silabus yang dalam penyusunannya banyak merujuk pada model KTSP yang disusun oleh BNSP. Dengan demikian, buku ini siap dipergunakan oleh guru-guru di sekolah yang dalam penyusunan silabusnya juga mengacu pada KTSP tersebut. Namun, untuk memperdalam dan mempertajam penguasaan suatu kompetensi, ada penambahan indikator pada beberapa kompetensi dasar.

Buku PANDUAN BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA untuk SMA dan MA ini terbit secara lengkap dan dilengkapi beberapa produk penunjang lain. Buku ini terdiri atas 3 jilid, yaitu PANDUAN BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA untuk SMA dan MA jilid 1 untuk kelas X , jilid 2 untuk kelas XI, dan jilid 3 untuk kelas XII. Produk lain yang secara khusus dibuat untuk menunjang buku ini adalah perangkat audio visual (kaset/CD) yang berisi teks-teks lisan baik sebagai model maupun bahan simakan/bacaan standar kompetensi mendengarkan.

Setiap buku terdiri atas 12 bab dan dalam setiap bab yang dibingkai oleh suatu tema disajikan 3 pembelajaran Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar setiap bab disajikan secara berkesinambungan sehingga penguasaan suatu kompetensi dapat langsung dituntaskan. Selanjutnya, dalam setiap satu bab pembelajaran Kompetensi Dasar tersaji serangkaian aktivitas yang menarik, menantang, dan memacu siswa untuk lebih cepat menguasai kompotensi yang dipelajari. Serangakain aktivitas tersebut adalah Geladi Diri, Geladi Kelompok, Uji Kompetensi Diri, Uji Kompetensi Kelompok, Uji Teori, dan Asah Kata.

Geladi Diri berisi latihan-latihan yang harus dikerjakan secara pribadi, dilakukan baik di kelas maupun di rumah, dengan atau tanpa bimbingan dan pengawasan langsung oleh guru. Geladi Kelompok sama seperti Geladi Diri, tetapi dikerjakan secara berkelompok. Uji Kompetensi Diri dan Uji Kompetensi Kelompok adalah pengujian atas kompetensi siswa setelah melakukan serangkaian latihan. Hasil/produk dari aktivitas ini dapat digunakan sebagai penilaian portofolio. Uji Teori adalah sejumlah pertanyaan singkat untuk menguji sejauh mana siswa menguasai konsep-konsep teoritis yang telah dipelajari. Uji Teori ini juga dapat dijadikan sarana untuk me-review materi dari awal sehingga pemahaman siswa akan semakin baik. Asah Kata berisi 15 daftar kata kajian, kata-kata sulit, istilah-istilah khusus yang telah dipilih dari teks-teks bacaan dalam satu bab yang harus dipahami siswa. Dengan adanya Asah Kata ini, perbendaharaan kata siswa akan terus diperkaya.

Di samping itu, buku ini juga diperkaya dengan fitur-fitur yang disisipkan di sisi teks utama (sidebar). Meskipun berukuran mini, fitur ini sarat informasi kebahasaan, kesusasteraan, dan pengetahuan umum yang dapat memperluas wawasan siswa. Fitur INFO LINGUISTIK berisi kajian-kajian singkat dan akurat gejala-gejala bahasa yang ditemukan dalam teks bacaan. INFO SASTRA mengulas istilah-istilah atau konsep-konsep sastra yang terkait dengan materi pembelajaran, juga kadang berisi info profil sastrawan, penyair, atau tokoh-tokoh penting dalam dunia sastra yang karyanya diapresiasi. INFO PLUS berisi informasi-informasi menarik dan penting diketahui siswa terkait materi yang sedang dibahas.

Untuk membantu guru melakukan tes formatif, di setiap akhir 2 bab buku ini disajikan Uji Kompetensi Komulatif. Tes tertulis berbentuk pilihan ganda, esai, dan penugasan/tugas tagihan ini dapat dipergunakan langsung ataupun sekadar sebagai model. Guru dapat memodifikasi isi maupun peruntukannya sesuai situasi dan kebutuhan siswa.

Kekhasan lain dari buku ini adalah teks-teks lisan bahan simakan yang harus diperdengarkan kepada siswa disajikan dengan cetak terbalik. Dengan cara ini, diharapkan keinginan siswa untuk mengintip dan membaca sendiri teks untuk stansar kompetensi mendengarkan dapat diminimalisir sehingga kegiatan mendengarkan diharapkan dapat berlangsung lebih murni.

Untuk memfasilitasi guru dalam melakukan pembelajaran mendengarkan, buku ini juga melengkapi diri dengan sarana audio visual berupa kaset/CD. Namun, bilamana kesulitan mendapatkan ataupun mengoperasikan, guru atau murid yang ditunjuk dapat membacakan transkripnya.



III. DASAR-DASAR PENTING
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


A. FUNGSI DAN TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi untuk:
a. sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa;
b. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya;
c. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
d. sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah;
e. sarana pengembangan penalaran;
f. sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia.

Secara umum tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa adalah sebagai berikut:
a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
b. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.
c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial.
d. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
e. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
f. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.


B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian maksud dengan menggunakan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan pikiran, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa, dan lain-lain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf, ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis. Sedangkan dalam bahasa lisan perlu diperhatikan unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo)

Dalam berkomunikasi ada pihak penyampai dan penerima pesan. Kedua pihak itu harus bekerja sama agar proses komunikasi berlangsung dengan baik. Kerjasama itu diciptakan dengan memerhatikan factor yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu siapa yang diajak berkomunikasi, situasi, tempat, isi pembicaraan, dan media yang dipergunakan.

Bertolak dari uraian tersebut, maka pendekatanbpembelajaran bahasa Indonesia adalah pendekatan komunikatif, dimana proses pembelajaran diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi. Siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk berlatih berkomunikasi secara lisan maupun tertulis, secara aktif maupun reseptif.bPembelajaran bahasa tidak diarahkan pada penguasaan konsep-konsep kebahasaan atau pengetahuan berbahasa. Begitu pula untuk pembelajaran sastra tidak dibawa pada penguasaan pengetahuan sastra, tetapi langsung diajak untuk menggeluti dan mengkreasi karya sastra, sehingga siswa akan semakin mampu menikmati, memahami,bmenghayati isi karya sastra dan berani mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman hidupnya


C. PENILAIAN

Salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran adalah penilaian. Penilaian memiliki berbagai macam tujuan dan cara. Beberapa tujuan atau fungsi penilaian yaitu mengevaluasi program pembelajaran, menganalisis keberhasilan peserta didik, mengidentifikasi kemungkinan terjadi kesalahan konsep, dan memberi umpan balik kepada guru.

Berbagai cara penilaian terus dikembangkan untuk mendapatkan jenis penilaian yang paling efektif. Salah satunya adalah penilaian berbasis kelas (class room based assessment). Penilaian yang menggunakan acuan dan standar ini membutuhkan informasi yang otentik, variasi, dan luas dari setiap peserta didik. Untuk keperluan ini guru perlu menghimpun fakta-fakta dan dokumen belajar yang diperoleh melalui observasi, portofolio, proyek, produk, wawancara, dll. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan objektif, guru perlu melengkapi diri dengan instrumen penilaian yang disertai rubrik penilaian.

Penilaian berbasis kelas dilakukan guru pada saat proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar ruang kelas. Penilaian berbasis kelas merupakan penilaian internal yang menjadi bagian integral dari penilaian eksternal oleh pihak luar sekolah. Selain dapat berfungsi sebagai bahan pertimbangan penentuan kenaikan kelas, juga berfungsi untuk umpan balik guru, alat motivasi peserta didik, juga berfungsi sebagai alat evaluasi dan introspeksi diri peserta didik terhadap kompetensi yang telah dicapai.

Prinsip-prinsip penitng yang harus diperhatikan dalam penilaian berbasis kelas, yaitu:
a. pemberi motivasi;
b. valid;
c. adil;
d. terbuka;
e. berkesinambungan;
f. bermakna;
g. menyeluruh (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik);
h. edukatif.

Jenis-jenis Penilaian Berbasis Kelas

Pada dasarnya tidak ada satu pun alat / jenis penilaian yang tepat digunakan untuk setiap kompetensi yang diukur. Karena itu, guru harus mengembangkan dan memberdayakan macam-macam jenis penilaian yang dapat dipergunakan dalam penilaian berbasis kelas.

Jenis-jenis penilaian tersebut adalah:
a. penilaian tes tertulis: menjawab pertanyaan, memberi tanggapan, PG, isian singkat, uraian (esai);
b. tes perbuatan;
c. pemberian tugas;
d. penilaian proyek;
e. penilaian produk;
f. penilaian sikap;
g. penilaian portofolio.

Portofolio adalah kumpulan dokumen yang menjadi objek penilaian untuk mengetahui perkembangan suatu proses dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Objek penilaian (evidence) dapat berwujud:
a. hasil karya siswa di dalam kelas;
b. hasil karya siswa di luar kelas;
c. hasil pengamatan guru atau pihak lain terhadap siswa;
d. hasil karya yang disiapkan khusus untuk portofolio.

Evidence sebaiknya dikumpulkan dari berbagai sumber, berbagai tempat, dan berbagai tenggang waktu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah sebagai berikut.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, maka evaluasi harus diberikan baik pada prosesnya (keterampilan proses) seperti teknik wawancara maupun pada produk/hasil melakukan observasi lapangan seperti informasi yang dibutuhkan.


IV. ASPEK-ASPEK PEMBELAJARAN BAHASA


A. MENDENGARKAN

Mendengarkan atau menyimak merupakan bentuk komunikasi lisan yang bersifat reseptif. Mendengarkan dilakukan dengan atensi dan intensi. Pendengar harus memasang telinga baik-baik, memusatkan konsentrasi, dan menimbulkan suatu kebutuhan untuk memperoleh informasi. Hal ini berbeda dengan kegiatan mendengar yang berarti dalam keadaan mampu atau dapat menangkap suatu bunyi/suara dengan telinga. Meskipun demikian, mendengar dan mendengarkan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Kegiatan mendengarkan terdiri atas tindakan mendengar, memahami, dan mengapresiasi atau menanggapi. Ada tiga tahapan penting dalam proses mendengarkan, yaitu:
a. tahap interpretasi: pendengar menafsirkan makna atau pesan yang terkandung dalam informasi yang didengar;
b. tahap evaluasi: pendengar membuat penilaian atas informasi yang didengar dan mengambil suatu keputusan;
c. tahap reaksi: pendengar melakukan suatu tindak lanjut sebagai bentuk respon atau tanggapan atas informasi yang didengar.

Mendengarkan merupakan tindakan aktif reseptif, pendengar tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga mengolah atau memprosesnya. Dalam proses pengolahan itu terjadi interaksi aktif antara informasi yang diperoleh dengan informasi/pengetahuan awal yang dimiliki pendengar. Kemampuan pendengar memahami dan memproses informasi sangat dipengaruhi oleh tujuan mendengarkan serta wawasan yang dimiliki.

Pembelajaran mendengarkan tidak disajikan secara terlepas, tetapi terpadu (integrative) dengan aspek-aspek pembelajaran bahasan yang lain, misalnya dikaitkan dengan pembelajaran menulis dan berbicara. Hal ini sejalan dengan rambu-rambu yang terdapat dalam pengantar Standar Isi 2006 KTSP yang mengatakan bahwa pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang dilaksanakan secara terpadu dan dengan porsi yang seimbang.

Kegiatan mendengarkan atau menyimak untuk siswa SMA dan MA sangat beragam. Berdasarkan bahan atau sumber simakan, kegiatan mendengarkan tersebut meliputi mendengarkan siaran berita radio dan televisi, sambutan atau khotbah, pembicaraan dalam diskusi atau seminar, wawancara, laporan lisan, cerita secara langsung atau rekaman, pementasan drama, pembacaan cerpen, pembacaan penggalan novel, pembacaan teks drama,dan pembacaan puisi.

Sedangkan berdasarkan tujuannya, pembelajaran mendengarkan dapat diidentifikasi sebagai berikut.
a. Mendengarkan untuk menangkap ide-ide pokok.
b. Mendengarkan untuk menangkap detail-detail penting.
c. Mendengarkan untuk memahami urutan peristiwa.
d. Mendengarkan untuk membuat prediksi dengan mengembangkan daya imajinasi.
e. Mendengarkan melakukan apresiasi karya sastra.

Untuk mencapai hasil yang optimal, pembelajaran mendengarkan atau menyimak harus dikembangkan dengan berstrategi. Ada 3 tahap strategi pembelajaran menyimak yang harus dilewati, yaitu:
a. tahap pramenyimak: guru membangkitkan skemata siswa, yaitu pengetahuan awal dan pengalaman hidup siswa yang berhubungan dengan topik simakan. Hal ini bisa dilakukan secara visual dengan menunjukkan sebuah gambar yang menarik;
b. tahap menyimak: secara garis besar meliputi proses interpretasi/memahami dan mengevaluasinya;
c. tahap pascamenyimak: yaitu tahap pengukuhan atas pengetahuan baru yang diraih siswa, dilanjutkan dengan memotivasi dan memfasilitasi siswa untuk melakukan reaksi positif baik secara lisan dan tertulis


B. BERBICARA

Keterampilan berbahasa ada 4, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dari ke-4 keterampilan berbahasa tersebut, yang paling menonjol pemakaiannya di masyarakat adalah berbicara. Pembelajaran keterampilan berbicara di SMA dan MA bertujuan melatih dan mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, menjalin komunikasi, dan melakukan interaksi sosial dengan anggota masyarakat yang lain

Kompetensi berbicara yang ingin dicapai mencakup kemampuan melafalkan secara tepat (menggunakan artikulasi secara tepat), memilih kata (diksi), menggunakan intonasi dan irama, berbicara untuk mengemukakan pendapat, berbicara untuk menyampaikan informasi, berbicara untuk berinteraks dan berdiskusi, serta berbicara untuk menyampaikan hasil reproduksi.

Secara umum, keterampilan berbicara dibedakan menjadi berdiskusi, berpidato, wawancara, memberikan tanggapan, menyampaikan informasi, menceritakan suatu peristiwa, dan berbicara sastra

a. Berdiskusi
adalah suatu cara bertukar pendapat antara dua orang atau lebih untuk memperoleh kesepakatan atau keputusan bersama. Yang termasuk dalam kegiatan berdiskusi adalah diskusi kelompok, diskusi panel, workshop/ lokakarya, rapat kerja, seminar, konferensi, kongres, simposium, kolokium, sarasehan, cawan ikan (fish bowl), dan debat.

b. Berpidato
adalah penyampaian uraian secara lisan tentang suatu hal di depan umum, Langkah-langkah persiapan berpidato adalah sebagai berikut.
1. Menentukan topik.
2. Menentukan maksud/tujuan.
3. Menganalisis situasi dan pendengar.
4. Memilih dan merumuskan topik ke dalam ide-ide yang lebih terperinci.
5. Mengumpulkan bahan.
6. Memahami dan menghayati materi.
7. Latihan berpidato.

c. Wawancara
adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seseorang (narasumber). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus disiapkan terlebih dahulu, disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.

d. Memberikan tanggapan
adalah kegiatan menyampaikan pendapat tentang sesuatu yang merupakan tanggapan, persetujuan, ketidaksetujuan, kritik, atau dukungan terhadap sesuatu.
e. Menyampaikan informasi
adalah kegiatan memberikan informasi atau berita tentang sesuatu kepada orang lain. Ada tiga hal penting dalam penyampaian informasi, yaitu: keakuratan, kelengkapan, dan kejelasan.

f. Menceritakan suatu peristiwa
adalah kegiatan berbicara yang dilakukan untuk menceritakan kesan pembicara tentang sesuatu atau suatu peristiwa.

g. Berbicara sastra
Yang dimaksud dengan berbicara sastra adalah kegiatan berbicara yang berkaitan dengan karya sastra. Pengembangan kemampuan berbicara sastra meliputi berbalas pantun, musikalisasi puisi, mendongeng, dramatisasi/bermain peran berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi cerpen, dan menanggapi secara lisan pementasan karya sastra. Masalah ini secara khusus akan dibicarakan pada aspek sastra.

Sasaran penilaian keterampilan berbicara adalahsebagai berikut.
1. Topik : kemampuan memilih, menentukan dan memahami topik
2. Retorika : kemampuan menyusun dan menyampaikan topik
3. Kebahasaan : a. kemampuan menggunakan bahasa baku
b. keterampilan menggunakan bahasa secara efektif dan pragmatis
4. Sikap/aspek non-bahasa : mimik, pantomimik, suara.


C. MEMBACA

Semakin derasnya arus informasi membuat kemampuan membaca menjadi suatu kemutlakan untuk dimiliki. Tanpa kemampuan membaca yang baik, niscaya siswa akan kedodoran mengakses informasi yang melimpah tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran membaca yang efisien dan efektif mendapat perhatian besar dalam Standar Isi 2006 KTSP di semua jenjang.

Membaca secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses memahami pesan atau informasi yang terkandung dalam suatu teks. Membaca dilakukan untuk berbagai maksud dan dengan berbagai cara. Antara maksud dan cara tersebut terdapat hubungan erat. Pemilihan cara membaca mana yang akan digunakan didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Untuk sekadar mendapatkan kesan umum dan informasi pokok suatu teks, tidak perlu membaca secara intensif, tetapi cukup secara sekilas (skimming).

Perlu ditekankan bahwa dalam pembelajaran membaca, terdapat perbedaan antara keterampilan membaca dan membacakan. Hal ini terkait dengan tanggung jawab yang harus dipikul pembaca. Pada saat membacakan, pembaca harus memerhatikan faktor-faktor penting yang dapat memengaruhi ketersampaian pesan/ informasi. Pembaca harus memerhatikan pelafalan/ artikulasi, lagu kalimat, intonasi, jeda, dan sebagainyangga informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain.

Tak kalah penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran membaca adalah pemilihan teks bacaan. Pemilihan teks bacaan harus memerhatikan tingkat kemampuan dan kondisi siswa, alokasi waktu, tema, dan kebutuhan siswa sendiri. Guru tidak wajib menggunakan teks yang ada dalam buku teks. Dengan alasan tertentu, teks bisa diganti dengan teks lain yang lebih relevan dengan kondisi lokal dan kebutuhan siswa.

Ada berbagai jenis keterampilan membaca yang dikembangkan dalam pembelajaran bahasa, yaitu membaca teknik/nyaring, membaca intensif, membaca ekstensif, membaca cepat, dan membaca indah.

1. Membaca Teknik/Nyaring
Membaca teknik adalah cara membaca bersuara dengan memerhatikan artikulasi kata, intonasi frasa, intonasi kalimat, serta kandungan isi bacaan itu sendiri. Pembaca dituntut untuk bisa membedakan secara jelas intonasi kalaimat berita, kalimat tanya, kalimat seru atau perintah. Pembaca harus bisa membedakan lagu kalimat bernada marah, takut, gembira, sedih, dan suasana hati lainnya. Oleh karena itu, pungtuasi atau tanda baca menjadi hal penting sekali untuk dicermati.

Kompetensi dasar membaca dalam standar isi KTSP 2006 SMA yang termasuk membaca teknik yaitu: membaca naskah berita, membaca teks pidato, membaca laporan, membaca puisi, pembacaan cerpen, dan pembacaan penggalan novel.

2. Membaca Intensif
Membaca intensif adalah membaca dalam hati atau tanpa suara untuk memahami secara mendalam dan mendetail informasi yang terkandung dalam teks.

Motivasi diri, kondisi eksternal/lingkungan, serta kebiasaan-kebiasaan tertentu menjadi faktor penentu dalam mencapai hasil yang optimal. Yang perlu dihindarkan pada saat membaca intensif adalah kebiasaan membaca dengan bersuara (vokalisasi) dan membaca dengan kepala, tangan, jari, dan bibir bergerak. Untuk meminimalisasi gerakan itu, pembaca perlu memiliki luas jangkauan mata yang memadai. Hal sangat penting yang harus dilakukan adalah pemusatan konsentrasi pada saat membaca.

Kompetensi dasar membaca dalam Standar Isi 2006 KTSP menyatakan bahwa yang termasuk membaca intensif adalah membaca cerpen, membaca sastra melayu klasik, membaca paragraf deduktif dan induktif, membaca hikayat, membaca novel, membaca tajuk rencana, dan membaca artikel ilmiah.

Untuk teks sastra, membaca intensif bertujuan untuk menelaah dan mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sementara, untuk teks nonsastra, bertujuan untuk mengidentifikasi gagasan pokok dan gagasan penjelas.

3. Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif atau membaca secara luas merupakan bagian dari membaca dalam hati. Membaca ektensif dipraktikkan dengan membaca teks sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Bertolak belakang dengan membaca intensif, membaca ekstensif sekadar untuk mendapat informasi secara dangkal atau umum. Membaca ekstensif meliputi membaca survei (survey reading), membaca sekilas (skimming), dan membaca dangkal (superficial reading).
a. Membaca Survei adalah membaca untuk melihat-lihat secara sekilas garis besar isi buku, surat kabar, majalah, atau suatu artikel tertentu. Membaca survei dilakukan dengan membaca secara cepat indeks, daftar isi, bagan, skema, atau judul-judul dalam surat kabar atau majalah.
b. Membaca Sekilas (skimming) adalah membaca sepintas dengan mata bergerak cepat untuk mendapatkan informasi atau kesan umum isi suatu buku, artikel, surat kabar, atau majalah. Skimming dilakukan dengan membuka-buka halaman secara cepat pada bagian halaman judul, kata pengantar, daftar isi, indeks, judul bab, judul subbab, skema, diagram. Khusus untuk membaca berita surat kabar, dapat dilakukan dengan membaca sekilas bagian paragraf awal (teras/lead) dan paragraf akhir. Pada kedua bagian paragraf itu, penulis biasanya mengutarakan pokok-pokok masalah dan sikap pandangan penulis atas suatu permasalahan.
c. Membaca Dangkal adalah membaca untuk mendapat pemahaman yang dangkal atau bagian sisi luarnya. Hal ini tidak terlepas dari bahan bacaan yang bersifat ringan seperti cerita humor, anekdot, cerpen, dan sebagainya. Membaca dangkal biasanya dilakukan di waktu senggang dan bertujuan untuk fun atau kesenangan semata.

4. Membaca Cepat (Speed Reading)
Membaca cepat bukan sekadar membaca secara kuantitatif atau membaca sebanyak-banyaknya tulisan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Membaca cepat bertujuan untuk dapat memahami gagasan-gagasan penting suatu teks secara cepat dan cermat. Oleh karena itu, ukuran kecepatan efektif membaca (KEM) seseorang harus dikaitkan dengan kemampuan memahami apa yang dibacanya. Rumus untuk menghitung hasil pengukuran membaca cepat adalah:

Jumlah kata dalam teks
---------------------------------- X ...% pemahaman =…kpm (kata per menit)
Jumlah menit membaca

Jika jumlah kata dalam teks adalah 300; waktu baca 2 menit; persentase pemahaman 70%, maka KEM-nya adalah (600:4) x 70% = 105 kpm.

Kemampuan membaca cepat dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya kemampuan daya konsentrasi, wawasan dan latar belakang budaya, pengetahuan bahasa, kecepatan gerak mata melakukan fiksasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, standar KEM (Kemampuan Efektif Membaca) yang ditetapkan untuk setiap jenjang berbeda. Semakin bertambah usia dan tingkat pendidikan, standarnya juga semakin tinggi. Untuk siswa di Indonesia, standar kompetensi membaca cepat yang ditetapkan dengan tingkat pemahaman 75%, yaitu: siswa (kelas akhir) SD adalah 100-150 kpm, siswa (kelas akhir) SMP dan MTs adalah 300 kpm, dan siswa (kelas akhir) SMAdan MA adalah 350 kpm.

Untuk mengukur pemahaman isi bacaan, siswa dapat menjawab pertanyaan pemahaman yang diajukan secara lisan. Selain itu, siswa dapat juga diminta mengidentifikasi ide pokok paragraf dengan bantuan kata kunci setiap paragraf. Hal penting untuk diperhatikan adalah dalam pengerjaan tugas tersebut siswa tidak diperkenankan membaca teks. Siswa hanya mengandalkan ingatannya saja.

Sebelum pengukuran dilakukan, guru sudah menghitung jumlah kata dalam teks bacaan dan menyediakan alat pencatat waktu, seperti arloji atau stopwatch.

SQ3R
Membaca buku secara efisien dan efektif memerlukan sistem atau teknik tertentu. Salah satu sistem yang kini banyak diterapkan adalah SQ3R, singkatan dari SURVEI – QUESTION –READ – RECITE - REVIEW. Teknik ini terbukti efektif untuk menemukan ide pokok dan detail penting yang menjadi pendukung ide pokok serta membuat pembaca lebih awet mengingatnya.

SURVEI – tahap prabaca untuk mendapatkan gambaran umum atau ABSENtrak dari buku yang akan dibacanya. Dilakukan dengan melihat sekilas bagian daftar isi, kata pengantar, pendahuluan, halaman indeks, daftar tabel/grafik/bagan, dan survei bab-bab.

QUESTION – pembaca memunculkan beberapa pertanyaan tentang isi bacaan sesuai informasi yang dibutuhkan dengan memanfaatkan informasi awal yang terdapat pada judul atau subjudul. Untuk memfokuskan pertanyaan, dapat menggunakan rumusan 5W + 1H.

READ – membaca secara intensif halaman demi halaman buku. Lewatkan atau percepat saat membaca bagian-bagian tidak penting.

RECITE /RECALL – berhenti membaca untuk mencerna isi bacaan setelah selesai satu bab atau bagian buku. Bisa dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disediakan atau diajukan sendiri. Bila tidak bisa menjawab, bisa membaca sekali lagi.

REVIEW – menelusuri kembali judul-judul bab, subbab, dan bagian-bagian penting lain dengan menemukan pokok-pokok yang perlu diingat setelah selesai membaca buku.


D. MENULIS

Kompetensi menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Hal itu terkait dengan banyaknya fungsi dan tujuan menulis. Menulis tidak lagi dipahami sekadar proses pengungkapan gagasan atau cara berkomunikasi melalui tulisan. Menulis telah menjadi gaya dan pilihan untuk mengaktualisasikan diri, alat untuk membebaskan diri dari berbagai tekanan emosi, sarana membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan rekreasi.

Pembelajaran menulis akan efektif bila siswa diberi banyak kesempatan untuk berlatih dan disediakan saluran untuk mempublikasikan aneka karya tulisan yang diproduksinya. Penjejalan konsep-konsep teoretis hendaknya dijauhkan meskipun tidak ditinggalkan sama sekali, karena hal itu hanya akan menumpulkan daya kreatif siswa. Pembelajaran menulis secara umum dibedakan atas menulis nonfiksi (ilmiah/faktual) dan fiksi (nonilmiah/imajinatif). Dalam Standar Isi 2006 KTSP Bahasa Indonesia untuk kelas X, yang termasuk pembelajaran menulis nonfiksi, yaitu:
• menulis paragraf naratif, deskriptif, ekspositif, argumentatif, dan persuatif;
• menulis hasil wawancara;
• menulis teks pidato.
Sedangkan yang termasuk menulis fiksi, yaitu:
• menulis puisi lama (pantun, syair);
• menulis puisi baru;
• menulis cerpen, baik berdasarkan pengalaman sendiri atau orang lain.

Hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dan tekanan dalam pembelajaran menulis yaitu sebagai berikut.
a. Kemampuan memilih dan menetapkan topik/ tema tulisan.
b. Penentuan sudut pandang tulisan.
c. Menginventaris dan menyiapkan bahan-bahan isi tulisan dan data pendukungnya.
d. Penyusunan kerangka tulisan yang sistematis.
e. Penuangan dan pengembangan gagasan berdasar pola-pola tertentu, sesuai jenis karangannya.
f. Pengorganisasian gagasan secara tegas dan jelas (ada paragraf pembuka, isi, penutup).
g. Perumusan dan penulisan judul karangan yang menarik.
h. Penyuntingan/pengeditan berita (mencakup validitas dan legalitas isi, ejaan, diksi, struktur kalimat, acuan makna, grafika, dan sebagainya).
i. Penulisan catatan kaki dan referensi untuk karya tulis ilmiah.

Guna merangsang gairah menulis siswa, hasil karya siswa hendaknya jangan disembunyikan, tetapi diekspos melalui berbagai media komunikasi yang dimiliki sekolah. Untuk itu , seyogyanya sekolah memiliki klub jurnalistik yang diharapkan bisa menjadi motor hidupnya kegiatan koran dinding (kording), majalah dinding (mading), atau majalah sekolah. Siswa juga didorong untuk berpartisipasi dalam berbagai kompetisi tulis menulis. Masih dalam tujuan sama, sekolah bisa memfasilitasi penerbitan bunga rampai atau antologi berisi kumpulan karya pilihan siswa, misalnya puisi, cerpen, profil tokoh yang diolah dari hasil wawancara, narasi pengalaman hidup siswa, dan sebagainya.

Penilaian hasil karya siswa yang menyita waktu, membosankan, dan dengan tingkat subjektivitas tinggi sering dikeluhkan oleh guru dan siswa. Untuk itu guru harus kreatif menyiasatinya dengan mengembangkan teknik penilaian yang efektif, efisien, dan objektif. Salah satu caranya yaitu guru membuat rubrik (bank marks) atau blangko penilaian yang berisi aspek yang dinilai, kriteria, dan standar penyekoran. Selain hasil penilaian akan lebih objektif, dengan adanya panduan itu siswa pun bisa dilibatkan sebagai penilai hasil karya teman. Sejalan dengan salah salah satu prinsip penilaian, yaitu terbuka (transparan), rubrik penilaian sebaiknya dibeberkan kepada siswa sebelum penilaian menulis dilakukan.


E. SASTRA

Kata sastra sebenarnya berasal dari kata kesusastraan. Akan tetapi, orang lebih suka menggunakan istilah sastra. Kata kesusastraan berasal dari bahasa Sanskerta (susastra) dengan memperoleh imbuhan ke - an. Kata su berarti baik atau indah dan kata sastra berarti tulisan atau karangan. Jadi, kesusastraan berarti semua tulisan atau karangan yang indah dan baik; semua tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan dan ditulis dengan bahasa yang indah.

Fungsi sastra bagi hidup dan kehidupan manusia adalah sebagai berikut.
1. Fungsi reaktif, yaitu fungsi atau manfaat memberikan rasa senang, gembira, dan menghibur
2. Fungsi didaktif, yaitu fungsi atau manfaat mengarahkan dan mendidik pembaca karena mengandung nilai-nilai moral.
3. Fungsi estetika, yaitu fungsi atau manfaat yang dapat memberikan keindahan bagi pembaca karena bahasanya yang indah.
4. Fungsi moralitas, yaitu fungsi atau manfaat yang dapat membedakan moral yang baik dan tidak baik bagi pembacanya karena sastra yang baik selalu mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.
5. Fungsi religiusitas, yaitu fungsi atau manfaat yang mengandung ajaran-ajaran agama yang harus diteladani oleh pembaca.

Sastra tidak bisa dikelompokkan ke dalam aspek ketrampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis. Walaupun demikian, pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, maupun menulis. Dalam praktiknya, pengajaran sastra dapat berupa pengembangan kemampuan mendengarkan sastra, berbicara sastra, membaca sastra, dan menulis sastra.

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra mencakup hal-hal berikut.
1. Menyimak sastra : mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi, dongeng,
cerpen, novel, pementasan drama.
2. Berbicara sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain peran berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya sastra, menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.
3. Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun naskah drama.
4. Menulis sastra : menulis puisi, menulis cerpen, menulis novel, menulis drama.


Sasaran Pembelajaran Sastra

1. Pembelajaran menyimak sastra
Sasaran pembelajaran menyimak sastra adalah pengembangan kemampuan mendengarkan, memahami, dan menanggapi berbagai ragam wacana lisan. Sasaran lain adalah pengembangan kemampuan siswa dalam memahami pikiran, perasaan, dan imajinasi yang terkandung dalam karya sastra yang dilisankan.

2. Pembelajaran berbicara sastra
Kemampuan berbicara sastra merupakan kemampuan melisankan karya sastra yang berupa menuturkan, membawakan, dan membacakan karya sastra. Kemampuan tersebut merupakan salah satu indicator dari subkompetensi “menguasai ekspresi sastra dalam berbagai jenisdan bentuk”

3. Pembelajaran membaca sastra
Salah satu syarat untuk dapat memahami karya sastra dan membaca sastra dengan baik adalah mempunyai pengetahuan yang baik tentang sastra. Sasaran pembelajaran membaca sastra adalah pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan hakikat membaca, hakikat sastra dan membaca sastra, teknnik memahami dan mengomentari karya sastra.

4. Pembelajaran menulis sastra
Penulisan sastra membutuhkan penghayatan terhadap pengalaman yang ingin diekspresikan, penguasaan teknik penulisan sastra, dan memiliki wawasan yang luas mengenai estetika. Tujuan pembelajaran menulis sastra adalah:
a. agar siswa menguasai teori penulisan sastra yang berkaitan dengan unsur-unsur dan kaidah-kaidah dalam penulisan sastra, teknik penulisan sastra, dan estetika;
b. agar siswa terampil menulis sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar